Arya Penangsang – Bupati Jipang Panolan
Arya Penangsang atau Arya Jipang atau Ji Pang Kang[1] adalah Bupati Jipang Panolan yang
memerintah pada pertengahan abad ke-16. Ia melakukan pembunuhan terhadap Sunan
Prawoto, penguasa terakhir Kerajaan Demak tahun 1549, namun dirinya
sendiri kemudian tewas ditumpas para pengikut Hadiwijaya, penguasa Pajang.
Riwayat mengenai Arya Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang
ditulis ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad
Tanah Jawi dan Serat Kanda. Arya Penangsang juga terkenal sakti
mandraguna namun memiliki kepribadian yang tempramental dan kurang sabar dalam
melakukan sesuatu.
Silsilah
Menurut Serat Kanda, Ayah dari Arya
Penangsang adalah Raden Kikin atau
sering disebut sebagai Pangeran Sekar, putraRaden Patah raja Demak
pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri bupati Jipang sehingga ia bisa mewarisi
kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki saudara lain ibu
bernama Arya Mataram.
Pada tahun 1521 anak pertama Raden Patah yang
bernama Adipati Kudus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus,
dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor karena melakukan
penyerangan ke Malaka yang dikuasai Portugis) gugur dalam perang. Kedua
adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana, malah berebut takhta. Raden
Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto (putra pertama Raden
Trenggana) membunuh Raden Kikin sepulang salat Jumat di tepi sungai
dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang dicurinya dari Sunan
Kudus. Sejak itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen ("Bunga
yang gugur di sungai").
Sepeninggal ayahnya, Arya Penangsang menggantikan
sebagai bupati Jipang Panolan. Saat itu usianya masih anak-anak, sehingga
pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Ia dibantu oleh salah satu senapati
Kadipaten Jipang yang terkenal bernama Tohpati. Wilayah Jipang Panolan sendiri
terletak di sekitar daerah Cepu, Blora, Jawa Tengah.
Aksi pembunuhan
Trenggana naik takhta Kerajaan Demak sejak
tahun 1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun
1546. Raden Mukmin menggantikan sebagai raja keempat bergelar Sunan
Prawoto.
Pada tahun 1549 Arya Penangsang dengan dukungan
gurunya, yaitu Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim
utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai
Setan Kober. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya itu.
Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan
bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang keKudus meminta
pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan
Prawoto mati karena karma membuatRatu Kalinyamat kecewa.
Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara.
Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil
lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadari, terbunuh.
Arya Penangsang kemudian mengirim empat orang
utusan membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Trenggana yang
menjadi bupati Pajang. Meskipun keempatnya dibekali keris pusaka Kyai
Setan Kober, namun, mereka tetap dapat dikalahkan Hadiwijaya dan
dipulangkan secara hormat.
Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang
untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran
dan didamaikan Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit pulang,
sedangkan Sunan Kudus menyuruh Penangsang berpuasa 40 hari untuk
menghilangkan Tuah Rajah Kalacakra yang sebenarnya akan digunakan untuk
menjebak Hadiwijaya tetapi malah mengenai Arya Penangsang sendiri pada waktu
bertengkar dengan Hadiwijaya karena emosi Aryo Penangsang sendiri yang labil.
Sayembara
Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah
ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa.Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar
segera menumpas Arya Penangsang. Ia,, yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan
Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang.
Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara
langsung karena merasa sebagai sama-sama murid Sunan Kudus dan sesama anggota
keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh
bupati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki
Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan
pasukan Pajang dan memberikan Tombak Kyai Plered untuk membantu
karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng
Pemanahan ikut serta.
Kematian
Ketika pasukan Pajang datang menyerang
Jipang, Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya berpuasa 40
hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu
menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya
(pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan
Penjawi. Meskipun sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap
berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang.
Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar
Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati bengawan. Perang antara
pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Akibatnya
perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya.
Meskipun demikian kesaktian yang dimiliki oleh Penangsang membuatnya tetap
bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip
di pinggang.
Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat
mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang
malah terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Dalam pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang,
tewas pula, sedangkan Arya Mataram meloloskan diri. Sejak awal, Arya
Mataram memang tidak pernah sependapat dengan kakaknya yang mudah marah
itu.
Dampak budaya
Kisah kematian Arya Penangsang melahirkan tradisi
baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang
dipakai pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati.
Ini merupakan lambang pengingat supaya pengantin pria tidak berwatak pemarah
dan ingin menang sendiri sebagaimana watak Arya Penangsang.
Tapi bagi masyarakat sekitar Cepu entah itu yang
berada di Kabupaten Blora maupun Kabupaten Bojonegoro berpendapat lain. Untaian
bunga melati pada keris pengantin pria Jawa diibaratkan sebagai lambang
kegagahan Arya Penangsang. Meskipun telah terburai isi perutnya, namun Arya
Penangsang tetap masih mampu tegap berdiri hingga titik darah penghabisan. Dari
perlambang itu, diharapkan sang pengantin laki-laki kelak bisa menjaga
kemakmuran, kebahagiaan, keutuhan dan kehormatan rumah tangga meski dalam
keadaan kritis seperti apa pun. Seperti halnya Arya Penangsang yang tetap
memegang prinsip hingga ajal tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar