Gajah Mada (wafat tahun 1364
Masehi) adalah seorang panglima perang
dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit.[1][2][3] Menurut
berbagai sumber mitologi, kitab,
dan prasasti dari
zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313,
dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih.[1] Ia
menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu
Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi(Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke
puncak kejayaannya.[4]
Gajah Mada terkenal
dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton.[5] Ia
menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh
sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan
mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih
kontroversial.[6] Pada
masa sekarang, Indonesia telah
menetapkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbolnasionalisme[7] dan
persatuan Nusantara.[8]
Awal
karier
Sebuah arca
yang diduga menggambarkan rupa Gajah Mada. Kini disimpan di museumTrowulan, Mojokerto.
Tidak ada informasi
dalam sumber sejarah yang tersedia saat pada awal kehidupannya, kecuali bahwa
ia dilahirkan sebagai seorang biasa yang naik dalam awal kariernya menjadi
Begelen atau setingkat kepala pasukan Bhayangkara pada Raja Jayanagara
(1309-1328) terdapat sumber yang mengatakan bahwa Gajah Mada bernama lahir Mada[9] sedangkan
nama Gajah Mada[10] kemungkinan
merupakan nama sejak menjabat sebagai patih.[11]
Dalam pupuh Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca yang
ditemukan saat penyerangan Istana Tjakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894[12] terdapat
informasi bahwa Gajah Mada merupakan patih dari Kerajaan
Daha dan kemudian
menjadi patih dari Kerajaan Daha dan Kerajaan Janggala yang membuatnya kemudian masuk kedalam
strata sosial elitis pada saat itu dan Gajah Mada digambarkan pula sebagai
"seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan
tulus ikhlas serta berpikiran sehat".[4][13][14]
Menurut Pararaton, Gajah Mada sebagai komandan pasukan
khusus Bhayangkara berhasil memadamkan Pemberontakan Ra
Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328)
putra Raden Wijaya dari Dara Petak. Selanjutnya pada tahun 1319 ia diangkat sebagai Patih Kahuripan, dan dua tahun kemudian ia diangkat
sebagai Patih Kediri.
Pada tahun 1329,
Patih Majapahit yakni Arya
Tadah (Mpu Krewes)
ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Dan menunjuk Patih Gajah Mada dari
Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui,
tetapi ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak
terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya dapat ditaklukan. Akhirnya,
pada tahun 1334,
Gajah Mada diangkat menjadiMahapatih secara resmi oleh Ratu
Tribhuwanatunggadewi (1328-1351)
yang waktu itu telah memerintah Majapahit setelah terbunuhnya Jayanagara.
Sumpah Palapa
Ketika pengangkatannya
sebagai patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M)
Gajah Mada mengucapkanSumpah Palapa yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan
kenikmatan duniawi) bila telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam
teks Jawa Pertengahanyang
berbunyi sebagai berikut[15]
“
|
Sira Gajah Mada
pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus
kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram,
Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, samana ingsun amukti palapa
|
”
|
bila dialih-bahasakan
mempunyai arti[15] :
“
|
Ia, Gajah Mada
sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata
bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan)
melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru,
Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan)
melepaskan puasa
|
”
|
Invasi
Walaupun ada sejumlah
pendapat yang meragukan sumpahnya, Gajah Mada memang hampir berhasil
menaklukkan Nusantara. Dimulai dengan penaklukan ke daerah Swarnnabhumi (Sumatera)
tahun 1339,
pulau Bintan, Tumasik(sekarang Singapura), Semenanjung Malaya,
kemudian pada tahun 1343 bersama dengan Arya Damar menaklukanBedahulu (di Bali)
dan kemudian penaklukan Lombok,
dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan,Sampit,
Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu,Brunei, Kalka, Saludung, Sulu, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei,
dan Malano.
Pada zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan
Tribhuwanatunggadewi, Gajah Mada terus melakukan penaklukan ke wilayah timur
seperti Logajah, Gurun,
Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram,Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwu, Buton, Banggai,
Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba,
Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor,
dan Dompo.
Dilema
Terdapat dua wilayah di Pulau Jawa yang
terbebas dari invasi Majapahit yakni Pulau Madura dan Kerajaan Sunda karena
kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan erat dengan Narrya Sanggramawijaya atau secara umum disebut dengan Raden Wijaya pendiri
Kerajaan Majapahit (Lihat: Prasasti Kudadu 1294 [16] dan Pararaton Lempengan
VIII, Lempengan X s.d. Lempengan XII [17] dan Invasi Yuan-Mongol ke Jawa pada tahun 1293) sebagaimana
diriwayatkan pula dalam Kidung
Panji Wijayakrama.
Perang Bubat
Dalam Kidung Sunda[18] diceritakan
bahwa Perang Bubat (1357)
bermula saat Prabu Hayam Wuruk mulai melakukan langkah-langkah diplomasi dengan
hendak menikahi Dyah Pitaloka Citraresmi putri Sunda sebagai
permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan
rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan
pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa
menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit.
Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak
seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu
menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah
ayah dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu
langkah-langkah diplomasi Hayam Wuruk gagal dan Gajah Mada dinonaktifkan dari
jabatannya karena dipandang lebih menginginkan pencapaiannya dengan jalan
melakukan invasi militer padahal hal ini tidak boleh dilakukan.
Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda.
Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat
menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri
Agung yang wira, bijaksana,
serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh "Madakaripura" yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo,
kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah
Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.[19]
Akhir hidup
Disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari
upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah
sakit. Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364Masehi.
Raja Hayam Wuruk
kehilangan orang yang sangat diandalkan dalam memerintah kerajaan. Raja Hayam
Wuruk pun mengadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk memutuskan pengganti Gajah
Mada. Namun tidak ada satu pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah Mada.
Hayam Wuruk kemudian memilih empat Mahamantri Agung dibawah pimpinan Punala
Tanding untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan
negara. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Mereka pun digantikan oleh dua
orang mentri yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhirnya Hayam Wuruk
memutuskan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai Patih Mangkubumi menggantikan
posisi Gajah Mada.
Penghormatan
Lukisan
kontemporer Gajah Mada karya I Nyoman Astika.
Sebagai salah seorang
tokoh utama Majapahit, nama Gajah Mada sangat terkenal di masyarakat Indonesia pada
umumnya. Pada masa awal kemerdekaan, para pemimpin antara lain Sukarno dan Mohammad Yamin sering
menyebut sumpah Gajah Mada sebagai inspirasi dan "bukti" bahwa bangsa
ini dapat bersatu, meskipun meliputi wilayah yang luas dan budaya yang
berbeda-beda. Dengan demikian, Gajah Mada adalah inspirasi bagirevolusi
nasional Indonesia untuk
usaha kemerdekaannya dari kolonialisme Belanda.
Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta adalah
universitas negeri yang dinamakan menurut namanya. Satelit telekomunikasi Indonesia
yang pertama dinamakan Satelit Palapa, yang menonjolkan perannya sebagai
pemersatu telekomunikasi rakyat Indonesia. Banyak kota di Indonesia memiliki
jalan yang bernama Gajah Mada, namun menarik diperhatikan bahwa tidak demikian
halnya dengan kota-kota di Jawa Barat.
Buku-buku fiksi
kesejarahan dan sandiwara radio sampai sekarang masih sering menceritakan Gajah
Mada dan perjuangannya memperluas kekuasaan Majapahit di nusantara dengan
Sumpah Palapanya, demikian pula dengan karya seni patung, lukisan, dan
lain-lainnya.
ulasan menarik
BalasHapus10 Tanda atau ciri wanita yang mudah diajak selingkuh https://www.youtube.com/watch?v=bgcRFrazC7Y
BalasHapus