Ki Juru
Martani - Kyai Adipati Mandaraka
Kyai Juru Martani (lahir: ?
- wafat: Mataram, 1615) adalah tokoh cerdik yang menjabat sebagai patih pertama
dalam sejarah Kesultanan Mataram, bergelar Kyai Adipati Mandaraka.
Silsilah Ki Juru Martani
Ki Juru Martani / Kyai
Adipati Mandaraka posisinya begitu sentral dalam "Dinasty Mataram", baik
sebagai perintis Mataram, sebagai anggota keluarga besar keturunan Brawijaya,
sebagai tokoh agama maupun sebagai Penasehat Panembahan Senopati. Oleh karena
itu kiranya perlu ada kajian khusus mengenai keberadaannya. Ada beberapa versi
mengenai asal-usul Ki Juru Martani, diantaranya adalah :
·
Versi 1
Ki Juru
Martani adalah putra Ki Ageng
Saba atau Ki Ageng
Madepandan, putra Sunan Kedul, putra Sunan Giri anggotaWalisanga pendiri Giri
Kedaton. Ibunya adalah putri dari Ki Ageng Sela, yang masih keturunan Brawijaya raja
terakhirMajapahit (versi babad). Juru Martani memiliki adik
perempuan bernama Nyai Sabinah yang menikah dengan Ki Ageng Pamanahan,
putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Sela. Dengan demikian, Ki Ageng
Pemanahan adalah adik sepupu sekaligus ipar Juru Martani. Juru Martani
memiliki beberapa orang anak yang menjadi bangsawan pada zaman Kesultanan
Mataram, antara lain Pangeran Mandura dan Pangeran Juru Kiting.
Pangeran Mandura berputra Pangeran Mandurarejadan Pangeran Upasanta.
Mandurareja pernah mencoba berkhianat pada pemerintahan Sultan Agung tapi
batal. Ia kemudian ikut menyerang Batavia yahun 1628 dan
dihukum mati di sana bersama para panglima lainnya karena kekalahannya.
Sementara itu Upasanta diangkat menjadi bupati Batang. Putrinya dinikahi Sultan
Agung sebagai selir, yang kemudian melahirkan Amangkurat I.
Sunan Giri berputra (salah
satu) :
1. Sunan Kedul /
Sunan Giri II
1. Ki Ageng Made
Pandan / Ki Ageng Saba
1. Ki Juru Martani
1. Pangeran
Mandura
1. Pangeran
Mandurareja
2. Pangeran
Upasanta
1. Kanjeng Ratu
Batang istri Sultan Agung
1. Amangkurat I
2. Pangeran Juru
Kiting
2. Nyai Sabinah
istri Ki Ageng Pamanahan
·
Versi 2
Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu
dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan
Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan
Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang
wulan ( epos Jaka Tarub ), memiliki putra 3 : Ki Ageng Wanasaba, Ki
Ageng Getas Pandawa, dan Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan.
Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra
yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made
Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara
Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai
Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Martani.
Bhre Kertabhumi memiliki
putra :
1. Raden Bondan
Kejawan menikah dengan Dewi Nawangsih, berputra :
1. Ki Ageng
Wanasaba, berputra :
1. Pangeran Made
Pandan / Ki Ageng Pandanaran, berputra :
1. Ki Ageng
Pakringan menikah dengan Rara Janten, berputra :
1. Nyai Ageng
Laweh
2. Nyai Ageng
Manggar
3. Putri
4. Ki Juru Martani
Peran Awal Ki Juru Martani
Nama Juru Martani muncul dalam Babad Tanah
Jawi sebagai tokoh yang mendesak Ki Ageng Pemanahan dan Ki
Panjawi agar berani mengikuti sayembara menumpas Arya Penangsang.
Arya Penangsang adalah bupati Jipang Panolan
yang telah membunuh Sunan Prawoto raja Demak tahun 1549.
Sayembara diadakan oleh Hadiwijaya bupati Pajang dengan
hadiah, tanah Pati dan Mataram.
Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi semula tidak
berani mengikuti sayembara karena takut pada kesaktian Arya Penangsang.
Setelah Ki Juru Martani berjanji menjadi pengatur strategi, maka keduanya pun
berangkat mendaftar.
Ki Juru Martani sebagai Perintis Kesultanan Mataram
Perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di
Surakarta, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya
Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng
Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia
menganut agama Hindu, tetapi karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis,
Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan
bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi Masjid
Laweyan.
Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh
keturunan Raden Bondan Kejawan putra Bhre Kertabhumi. Tokoh
utama Perintis Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi mereka bertiga dikenal
dengan "Tiga Serangkai
Mataram" atau istilah lainnya adalah "Three Musketeers from Mataram".
Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap
terbentuknya Kesultanan Mataram seperti : Bondan Kejawan, Ki
Ageng Wonosobo, Ki Ageng Getas Pandawa, Nyai Ageng Ngerang dan Ki
Ageng Ngerang, Ki Ageng Made Pandan, Ki Ageng Saba, Ki Ageng
Pakringan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Enis dan tokoh lainnya dari
keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram
yang mewarisi nama besar keluarga keturunan Brawijaya majapahit yang
keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang
nama Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai
Gede, Nyai Ageng yang memiliki arti : tokoh besar
keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan
dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat.
Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap
sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu :
·
Fakta 1 : Tokoh-tokoh perintis
tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bergelar Brawijaya V,
yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap
Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;
·
Fakta 2 : Tokoh-tokoh tersebut
adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang
terhubung langsung kepada Imam Husain
bin Ali bin Abu Thalib,
yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam)
berikut ilmu pemerintahan ala khilafah / kekhalifahan islam jajirah
Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah
dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan
Pesantren;
·
Fakta 3 : Para perintis tersebut
pada dasarnya adalah "Misi" yang
dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk para Al-Maghrobi yang bertujuan
"mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan
cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
·
Fakta 4 : Suksesi Kesultanan
Demak ke Kesultanan Pajang kemudian menjadi Kesultanan
Mataram pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai
Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang
Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, di luar adanya
perebutan kekuasaan.
Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.
Strategi untuk Membunuh Arya Penangsang
Strategi untuk mengalahkan adipati Jipang disusun
rapi oleh Juru Martani. Mula-mula Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi
mendaftar sayembara sambil membawa serta Sutawijaya (putra kandung Ki
Ageng Pemanahan). Hadiwijaya merasa tidak tega karena Sutawijaya telah
menjadi anak angkatnya. Maka, ia pun memberikan pasukan Pajang untuk
mengawalSutawijaya.
Pasukan Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi
yang terdiri atas gabungan orang Pajang dan Sela berangkat dan
menunggu di sebelah barat Sungai Bengawan Sore. Juru Martani melarang mereka
menyeberang karena sungai tersebut sudah dimantrai oleh Sunan Kudus, guru Arya
Penangsang.
Juru Martani kemudian menangkap tukang kuda musuh
yang sedang mencari rumput. Telinga orang itu dipotong dan ditempeli surat
tantangan atas nama Hadiwijaya.
Si tukang kuda pulang ke kadipaten Jipang melapor
pada majikannya. Arya Penangsang marah melihat pembantunya dilukai,
apalagi terdapat surat tantangan agar Arya Penangsang bertarung tanpa
kawan melawan Hadiwijaya di tepi Sungai Bengawan Solo.
Arya Penangsang tidak kuasa menahan emosi. Ia
pun berangkat melayani tantangan musuh. Siasat Juru Martani berhasil. Apabila
surat tantangan dibuat atas nama Ki Ageng Pemanahan atau Ki Panjawi,
pasti Arya Penangsang tidak sudi berangkat.
Arya Penangsang tiba di tepi timur Bengawan
Sore berteriak-teriak menantang Hadiwijaya. Ia tidak berani menyeberang
karena ingat pesan Sunan Kudus. Namun Juru Martani sudah menyusun rencana
jitu. Sutawijaya disuruh naik kuda betina yang sudah dipotong
ekornya.
Akibatnya, kuda jantan milik Arya Penangsang yang
bernama Gagak Rimang bisa melihat alat vital si kuda betina. Kuda tersebut
menjadi liar dan tidak terkendali sehingga membawa Arya Penangsang menyeberangi
sungai mengejar kuda milikSutawijaya.
Ketika Arya Penangsang baru saja mencapai
tepi barat, Sutawijaya segera menusuk perutnya menggunakan tombak
Kyai Plered. Perut Arya Penangsang robek dan ususnya terburai. Namun
ia masih bertahan. Ususnya itu disampirkan pada pangkal keris pusakanya.
Arya Penangsang yang sudah terluka parah masih
bisa meringkus Sutawijaya. Sutawijaya dicekik sampai tidak
berdaya. Juru Martani meneriaki Arya Penangsang agar bertarung secara
adil. Karena Sutawijaya bersenjata tombak pusaka Kyai Plered, maka ia
juga harus memakai pusaka jika ingin membunuh Sutawijaya.
Maka, Arya Penangsang pun mencabut keris
pusaka Kyai Setan Kober yang terselip di pinggangnya. Akibatnya, usus yang
tersampir di pangkal keris tersebut ikut terpotong, sehingga Arya
Penangsang pun menemui kematiannya.
Pasukan Jipang dipimpin Patih Matahun datang
menyusul majikan mereka. Melihat Arya Penangsang tewas, mereka pun
menyerbu untuk bela pati. Kesemuanya itu dapat ditumpas oleh Ki Ageng
Pemanahan dan Ki Panjawi.
Sayembara telah usai. Ki Juru Martani menyusun
laporan palsu bahwa, Arya Penangsang mati dikeroyok Ki Ageng
Pemanahan dan Ki Panjawi. Apabila Hadiwijaya di Pajang mengetahui
kalau pembunuh sebenarnya adalah Sutawijaya, tentu ia akan lupa memberi
hadiah tanah Mataram dan Pati, mengingat Sutawijaya adalah
anak angkat Hadiwijaya.
Ki Juru Martani Sebagai Penasihat Sutawijaya
Setelah mengalahkan Arya Penangsang tahun
1549, Ki Ageng Pemanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak
tahun 1556. Ki Juru Martani ikut bergabung di desa itu. Ki Ageng Pemanahan meninggal
tahun 1575, digantikan Sutawijaya, yang berambisi menjadikan Mataram sebagai
kerajaan merdeka.
Ki Juru Martani menjadi penasihat Sutawijaya.
Ia juga mendukung perjuangan Sutawijaya selama masih berada pada
jalan yang benar. Juru Martani pun berangkat bertapa ke puncak Gunung
Merapi meminta bantuan penguasa di sana. Hasilnya, ketika terjadi perang
melawan Pajang tahun 1582, Gunung Merapi tiba-tiba meletus
dan memuntahkan laharnya menyapu pasukan Sultan Hadiwijaya.
Kesaktian Ki Juru Martani
Juru Martani tidak hanya dikisahkan cerdik, tapi
juga memiliki kesaktian tinggi, meskipun tidak pernah diceritakan bertarung
melawan musuh.
Babad Tanah Jawi mengisahkan, Sutawijaya memiliki
putra sulung bernama Raden Rangga yang suka memamerkan kesaktiannya. Suatu hari
Raden Rangga disuruh pergi ke rumah Juru Martani untuk berguru. Pemuda itu pun
berangkat dengan setengah hati karena merasa lebih kuat dari pada Juru Martani.
Sesampainya di tujuan, Juru Martani sedang salat.
Raden Rangga menunggu di teras mushala sambil iseng melubangi batu
lantai menggunakan jari. Juru Martani muncul dari dalam dan mengatakan kalau
batu mushala tersebut keras jadi jangan buat mainan. Seketika itu juga, Raden
Rangga tidak mampu lagi melubangi batu mushala dengan jarinya.
Sejak itu, Raden Rangga berguru pada Juru Martani
dengan sepenuh hati karena ia yakin kalau orang tua yang dianggapnya lemah dan
tidak pernah bertarung itu ternyata menyimpan kesaktian yang luar biasa.
Akhir Hayat Ki Juru Martani
Ki Juru Martani menjabat sebagai patih Kesultanan
Mataram sejak pemerintahan Sutawijaya tahun 1586-1601.
Dilanjutkan pemerintahan Mas Jolang putra Sutawijaya yang
memerintah tahun 1601-1613. Lalu digantikan oleh Adipati Martapuraputra Mas
Jolang yang menjadi raja satu hari, dan dilanjutkan Sultan Agung putra Mas
Jolang lainnya yang naik takhta sejak tahun 1613.
Kyai Juru Martani alias Adipati Mandaraka meninggal
dunia pada tahun 1615. Kedudukannya sebagai patih Mataramkemudian
digantikan oleh Tumenggung Singaranu. Dengan demikian, Juru Martani mengabdi di Mataram dalam
waktu yang sangat lama, yaitu ikut membuka Alas Mentaok menjadi desa Mataram,
sampai awal pemerintahan Sultan Agung, cicit Ki Ageng Pemanahan.
Sultan Agung memerintah sampai tahun 1645 kemudian
digantikan oleh putranya, bergelar Amangkurat I yang lahir daripermaisuri keturunan
Ki Juru Martani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar